Meredupnya Pamor Serikat Pekerja
Serikat Pekerja. Demo. Berhenti Kerja. Beberapa kata itu akrab di telinga. Sebenarnya, kehadiran Serikat Pekerja penting. Untuk mitra manajemen untuk bersama-sama memajukan perusahaan.
Manfaat Tepung Daun Turi Untuk Ayam Laga |
Tetapi sayangnya, banyak Serikat Pekerja sekarang cuma asal jadi oposisi, sedikit-sedikit memberikan ancaman berhenti kerja, demonstrasi ke kantor menteri atau Istana, serta begitu jauh mencampuri kepentingan taktik korporasi. Bila semacam itu, Serikat Pekerja telah jadi wajahit yang malah menghalangi pergerakan perusahaan.
Ingat, di beberapa perusahaan, sebagian besar pekerja ialah milenial. Karenanya, agenda-agenda yang tidak produktif, serta condong politis, tidak lagi menarik di mata mereka.
Kenyataannya terpajang riil. Berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja, ketertarikan karyawan masuk dalam Serikat Pekerja dari tahun ke tahun semakin turun. Ini jadi bukti jika pekerja sekarang ini dapat bertambah memikir rasional. Pekerja tidak gampang lagi disetir dan ditunggangi barisan yang mengangkat jadwal politis dengan kedok Serikat Pekerja.
Info 2007 2017
Jumlah SP 14 ribu 7 ribu
Jumlah anggota SP 3,4 juta orang 2,7 juta orang
(Sumber: Kemnaker RI)
Mengapa kejadian ini berlangsung? Rupanya, memang terdapat beberapa masalah yang membelit Serikat Pekerja hingga mulai dibiarkan oleh beberapa pekerja. Ini bukti hasil reportase media Tirto.id.
Masalah Serikat Pekerja:
- Serikat pekerja memangkas 1% upah pekerja untuk pungutan anggota
- Tidak jelas laporan keuangan masalah potongan pungutan anggota
- Ada serikat pekerja yang memangkas sampai 10% pesangon pekerja
(Sumber: tirto.id, https://tirto.id/problem-serikat-buruh-di-tengah-sistem-yang-rentan-phk-cnNw)
Di BUMN, Serikat Pekerja seringkali terjebak dalam agenda-agenda politis. Melihat saja, beberapa pentolan Serikat Pekerja di BUMN seringkali nampak akur dengan barisan oposisi yang gemar mengomentari serta mencaci pemerintah.
Oleh karena itu, sikap Serikat Pekerja juga sering bau politis. Bila ada hal yang tidak pas dengan jadwal mereka, langsung demo, meneror berhenti kerja, meminta direksi dikeluarkan, meminta menteri di-reshuffle, serta meminta Presiden ditukar.
Contohnya di Pertamina. Serikat Pekerja nya paling gemar menggempur kebijaksanaan manajemen serta kebijaksanaan pemerintah. Taktik sub holding serta IPO yang dibuat untuk tingkatkan transparan dan selamatkan usaha Pertamina di hari esok, malah terus terserang dengan cerita pemasaran asset.
Jika kata warganet zaman now, "Mereka mainnya kurang jauh". Mereka tetap meneriakkan jargon kedaulatan energi, tetapi dari kacamata yang sempit. Mereka ingin nampak heroik dengan teriak "Nasionalisme", tetapi tidak punyai sudut pandang periode panjang.
Oleh karena itu, banyak pekerja milenial yang tidak ingin lagi aktif masuk di Serikat Pekerja. Ditambah lagi, performa beberapa pengurus Serikat Pekerja ini tidak produktif.
Umumnya, dalam satu tahun, dapat ada 60 hari yang dihabiskan untuk jadwal Raker, Munas, serta seabreg pekerjaan yang lain. Hingga, banyak pengurus Serikat Pekerja yang tidak diterima ketika mau diletakkan di unit-unit kerja. "Ngapain nambah orang, jika tidak dapat kerja." Demikian faktanya. Logis.
Jaman telah beralih. Karenanya, Serikat Pekerja harus juga berbenah. Konsep asal galak serta lain dengan manajemen tidak dapat lagi jadi jagoan. Jangan sedikit-sedikit memberikan ancaman demontrasi serta berhenti kerja.
Serikat Pekerja harus memodernisasi dianya. Jangan gampang terikut dalam jadwal politis. Tetapi, harus mulai konsentrasi bagaimana menggerakkan peningkatan SDM anggotanya, supaya bertambah kompeten serta professional. Tanpa ada pembenahan itu, pamor Serikat Pekerja tetap akan meredup serta ditinggal pekerjanya.